Minggu, 15 Januari 2017

Petunjuk Al-Quran Cara Menyelesaikan Pertentangan Pihak-pihak yang Bertikai & Pengulangan "Maghna Charta" (Piagam Persaudaraan dan Persamaan Umat Manusia) di Akhir Zaman yang Sukses Diamalkan Nabi Besar Muhammad Saw.

Bismillaahirrahmaanirrahiim


  TAUBAT  DAN   MOHON  AMPUNAN  ALLAH SWT.

Bab  103 (TAMAT)

PETUNJUK   AL-QURAN CARA MENYELESAIKAN  PERTENTANGAN   PIHAK-PIHAK YANG BERTIKAI  & PENGULANGAN  “MAGNA CHARTA” (PIAGAM PERSAUDARAAN DAN PERSAMAAN UMAT MANUSIA)  DI AKHIR ZAMAN YANG SUKSES DIAMALKAN NABI BESAR    MUHAMMAD SAW.

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam   bagian akhir  Bab 102  dibahas   topik   Akibat Kafir Setelah Beriman    sehubungan dengan “orang-orang yang  berwajah hitam” (QS.3:107)  yang kenyataannya di Akhir Zaman ini di wilayah Timur Tengah terjadinya “Kobaran Api” yang sangat  mengerikan, yang  pada   hakikatnya hal tersebut  merupakan akibat pasti dari pelanggaran  secara sengaja  terhadap berbagai petunjuk Allah Swt.  dalam Al-Quran  kepada umat Islam, karena itu tidak perlu mencari-cari “kambing-hitam” dan menyalahkan fihak-fihak di luar Islam, firman-Nya:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai,  Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).
Firman-Nya lagi:
قُلۡ ہُوَ  الۡقَادِرُ عَلٰۤی  اَنۡ یَّبۡعَثَ عَلَیۡکُمۡ عَذَابًا مِّنۡ فَوۡقِکُمۡ اَوۡ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِکُمۡ اَوۡ یَلۡبِسَکُمۡ شِیَعًا وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ ؕ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ نُصَرِّفُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ ﴿ؕ﴾  لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Dia-lah Yang berkuasa mengirimkan azab kepada kamu dari atasmu atau dari bawah kaki kamu atau mencampur-baurkan kamu menjadi golongan-golongan yang saling berselisih dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.”  Lihatlah bagai-mana Kami membentangkan Tanda-tanda supaya mereka mengertiوَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ ؕ قُلۡ لَّسۡتُ عَلَیۡکُمۡ  بِوَکِیۡلٍ --    Dan  kaum engkau telah mendustakannya,  padahal itu adalah kebenaran. Katakanlah:  Aku sekali-kali bukan  penanggungjawab atas kamu.”   لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ -- Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu, dan kamu segera akan mengetahui.  (Al-An’ām [6]:66-68).

Makna Azab dari Atas dan dari Bawah

   “Azab dari atas” dalam ayat 66 maknanya: kelaparan, gempa bumi, air bah, taufan, penin-dasan terhadap golongan yang lemah oleh yang kuat, penderitaan mental, dan sebagainya, dan “azab dari bawah” berarti: penyakit-penyakit, wabah, pemberontakan orang-orang bawahan, dan sebagainya. Kemudian ada hukuman berupa kekacauan, perpecahan-perpecahan dan perselisihan yang kadang-kadang berakhir dalam perang saudara. Hal demikian ini diisyaratkan dalam kata-kata:  وَّ یُذِیۡقَ بَعۡضَکُمۡ بَاۡسَ بَعۡضٍ --   “dan membuat sebagian kamu merasakan keganasan sebagian yang lain.
  Di sini kata ganti “nya” dalam ayat: وَ کَذَّبَ بِہٖ قَوۡمُکَ وَ ہُوَ الۡحَقُّ --     ”dan  kaum engkau telah mendustakannya,  padahal itu adalah kebenaran”  menunjuk kepada (1) perkara yang sedang dibahas; (2) Al-Quran; (3) azab Ilahi. Jika kita ambil arti yang terakhir, maka kata-kata “padahal itu adalah kebenaran” akan berarti bahwa azab yang dijanjikan pasti akan tiba.
  Ayat: لِکُلِّ نَبَاٍ  مُّسۡتَقَرٌّ ۫ وَّ سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ – “Bagi tiap kabar gaib ada masa yang tertentu, dan kamu segera akan mengetahu   itu berarti bahwa  Allah Swt.  sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak dapat salah itu, telah menentukan satu saat penggenapan setiap kabar gaib (nubuatan). Maka azab Ilahi  yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang menolak kebenaran akan datang juga  dengan tiba-tiba pada saatnya yang tepat.
Semua itu terjadi sesuai dengan pernyataan Allah Swt. dalam firman-Nya berikut ini: 
وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) kamu mengumumkan:  Jika kamu benar-benar bersyukur   niscaya  akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu, وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ  -- tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur  sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat  keras.” (Ibrahim [14]:8).

Landasan “Bersyukur” & Sikap Hidup “Berserah diri” yang Sempurna

    Syukr (syukur) itu tiga macam: (1) Dengan hati atau pikiran, yaitu dengan satu pengertian yang tepat dalam hati mengenai manfaat yang diperolehnya; (2) Dengan lidah, yaitu dengan memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang berbuat kebaikan; dan (3) Dengan anggota-anggota badan, yaitu dengan membalas kebaikan yang diterima setimpal dengan jasa itu.
     Syukur dari pihak  Allah Swt.  terwujud dalam pemberian ampun kepada hamba-hamba-Nya atau memujinya atau memandangnya dengan rasa puas, menghargai atau mengaruniai, dan seterusnya tentu saja membalas atau mengganjar amal-amalnya (Lexicon Lane).
   Syukr bersitumpu pada lima dasar: (a) kerendahan hati dari orang yang menyatakan syukur itu kepada dia yang kepadanya syukur itu dinyatakan, (b) kecintaan terhadapnya; (c) pengakuan mengenai jasa yang dia berikan, (d) sanjungan terhadapnya untuk itu; (e) tidak mempergunakan jasa itu dengan cara yang ia (orang yang telah memberikannya) tidak akan menyukainya. Itulah syukr dari pihak manusia.
     Syukr dari pihak Allah Swt.  ialah dengan mengampuni seseorang atau memujinya atau merasa puas terhadapnya,  berkemauan baik untuknya atau senang kepadanya, dan karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarnya (Lexicon Lane). Umat Islam  hanya dapat benar-benar bersyukur kepada  Allah Swt.  jika   mempergunakan segala pemberian-Nya dengan tepat  -- terutama Al-Quran sebagai Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4)  -- sebagaimana dicontohkan Nabi Besar Muhammad saw, firman-Nya:
قُلۡ  اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ  اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اَغَیۡرَ اللّٰہِ اَبۡغِیۡ رَبًّا وَّ ہُوَ رَبُّ کُلِّ شَیۡءٍ ؕ وَ لَا تَکۡسِبُ کُلُّ نَفۡسٍ  اِلَّا عَلَیۡہَا ۚ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ۚ ثُمَّ اِلٰی رَبِّکُمۡ مَّرۡجِعُکُمۡ فَیُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ  فِیۡہِ  تَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾ وَ ہُوَ الَّذِیۡ جَعَلَکُمۡ خَلٰٓئِفَ الۡاَرۡضِ وَ رَفَعَ بَعۡضَکُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ لِّیَبۡلُوَکُمۡ فِیۡ مَاۤ  اٰتٰکُمۡ ؕ اِنَّ رَبَّکَ سَرِیۡعُ  الۡعِقَابِ ۫ۖ وَ  اِنَّہٗ  لَغَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾٪
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Rabb-ku (Tuhan-ku)  kepada jalan lurus, agama yang teguh,  agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah dari   orang-orang musyrik.” قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ  --  Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbanankukehidupanku, dan  kematianku  hanyalah untuk Allah, Rabb (Tuhan) seluruh  alam; لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ --    Tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah aku diperintahkan,  dan akulah orang pertama  yang berserah diri.   Katakanlah:  Apakah aku akan mencari Tuhan  yang bukan-Allah, padahal  Dia-lah Tuhan segala sesuatu?” Dan tiada jiwa mengupayakan sesuatu melainkan akan menimpa dirinya, dan  tidak pula seorang pemikul beban memikul beban orang lainKemudian kepada Rabb (Tuhan) kamu tempat kembalimu, maka Dia akan memberitahu kamu apa-apa yang mengenainya kamu berselisih. Dan Dia-lah Yang menjadikan kamu penerus-penerus di bumi, dan Dia meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam derajat  supaya Dia menguji kamu dengan apa pun yang telah Dia berikan kepadamu.  Sesungguhnya   Rabb (Tuhan) engkau sangat cepat dalam menghukum, dan sesungguhnya Dia benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang (Al-An’ām [6]:162-166).

Landasan dan Cara Kerja Pembentukan Liga Bangsa-bangsa  yang Berhasil-guna   Menurut Al-Quran

    Kembali kepada pembahasan surah Al-Hujurāt  mengenai petunjuk Al-Quran  berkenaan cara menyelesaikan “persengketaan” – baik di kalangan sesama Muslim   mau pun secara Internasional   -- firman-Nya:
وَ اِنۡ طَآئِفَتٰنِ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اقۡتَتَلُوۡا فَاَصۡلِحُوۡا بَیۡنَہُمَا ۚ فَاِنۡۢ  بَغَتۡ اِحۡدٰىہُمَا عَلَی الۡاُخۡرٰی فَقَاتِلُوا الَّتِیۡ تَبۡغِیۡ  حَتّٰی تَفِیۡٓءَ  اِلٰۤی  اَمۡرِ اللّٰہِ ۚ فَاِنۡ فَآءَتۡ  فَاَصۡلِحُوۡا بَیۡنَہُمَا بِالۡعَدۡلِ وَ اَقۡسِطُوۡا ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُقۡسِطِیۡنَ ﴿﴾   اِنَّمَا الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  اِخۡوَۃٌ  فَاَصۡلِحُوۡا بَیۡنَ اَخَوَیۡکُمۡ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ  لَعَلَّکُمۡ تُرۡحَمُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan jika dua golongan dari orang-orang beriman berperang  maka  damaikanlah  antara keduanya,  lalu jika salah satu dari kedua mereka menyerang yang lain maka perangilah pihak yang menyerang hingga ia kem.-bali  kepada perintah Allah, فَاِنۡ فَآءَتۡ  فَاَصۡلِحُوۡا بَیۡنَہُمَا بِالۡعَدۡلِ وَ اَقۡسِطُوۡا ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُقۡسِطِیۡنَ --  kemudian jika ia kembali  maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berbuatlah adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil. اِنَّمَا الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  اِخۡوَۃٌ  فَاَصۡلِحُوۡا بَیۡنَ اَخَوَیۡکُمۡ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ  لَعَلَّکُمۡ تُرۡحَمُوۡنَ  -- Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka  damai-kanlah di antara kedua saudara kamu,  dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu dikasihani  (Al-Hujurāt [49]:10).
   Suatu bahaya besar bagi keamanan dan kesetiakawanan suatu negara Islam, adalah percekcokan dan pertengkaran yang mungkin timbul di antara berbagai golongan atau pihak orang-orang Muslim. Ayat ini memberikan obat yang mujarab untuk mendamaikan pertikaian-pertikaian semacam itu.
 Pada pokoknya, Surah Al-Hujurāt   membahas penye-lesaian perselisihan-perselisihan di antara beberapa pihak sesama Muslim, dan di samping itu merupakan landasan sehat, yang berdasarkan itu suatu Liga Bangsa-bangsa  atau Perserikatan Bangsa-bangsa yang sungguh-sungguh ampuh dapat didirikan. Ayat ini menetapkan suatu asas yang sehat  untuk memelihara perdamaian dunia internasional. Selanjutnya Allah St. berfirman:
اِنَّمَا الۡمُؤۡمِنُوۡنَ  اِخۡوَۃٌ  فَاَصۡلِحُوۡا بَیۡنَ اَخَوَیۡکُمۡ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ  لَعَلَّکُمۡ تُرۡحَمُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka  damaikanlah di antara kedua saudarakamu yang berselisih,  dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu dikasihani. (Al-Hujurāt [49]:11). 
  Ayat ini secara khusus menekankan pada pentingnya ukhuwah islamiyah (persaudaraan dalam Islam). Sekiranya timbul pertengkaran atau  perselisihan di antara dua orang atau dua golongan Muslim atau dua negara Muslim, maka orang-orang Islam lainnya dianjurkan segera mengam-bil langkah supaya mendatangkan ishlah (perdamaian) di antara mereka. Kekuatan hakiki agama Islam terletak pada persaudaraan ideal, yang mengatasi segala hambatan kelas, warna kulit atau iklim.

Berbagai Penyebab    Timbulnya Persengketaan

 Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai petunjuk lainnya yang diabaikan  umumnya umat Islam sehingga terjadi “persengketaan” di kalangan mereka, yaitu saling mencemooh di antara sesama mereka, firman-Nya: 
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا یَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰۤی اَنۡ یَّکُوۡنُوۡا خَیۡرًا مِّنۡہُمۡ وَ لَا نِسَآءٌ  مِّنۡ  نِّسَآءٍ  عَسٰۤی اَنۡ یَّکُنَّ خَیۡرًا مِّنۡہُنَّ ۚ وَ لَا تَلۡمِزُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ وَ لَا تَنَابَزُوۡا بِالۡاَلۡقَابِ ؕ بِئۡسَ الِاسۡمُ الۡفُسُوۡقُ بَعۡدَ الۡاِیۡمَانِ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَتُبۡ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mencemoohkan kaum lain, mungkin mereka itu lebih baik daripada mereka yang mencemooh, dan janganlah perempuan mencemoohkan perempuan lain, mungkin mereka itu lebih baik daripada mereka, وَ لَا تَلۡمِزُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ وَ لَا تَنَابَزُوۡا بِالۡاَلۡقَابِ --  dan janganlah kamu memburuk-burukkan sesama kamu, dan  janganlah panggil-memanggil dengan nama buruk, بِئۡسَ الِاسۡمُ الۡفُسُوۡقُ بَعۡدَ الۡاِیۡمَانِ  -- seburuk-buruk  sebutan ialah fasiq (durhaka) sesudah beriman, وَ مَنۡ لَّمۡ یَتُبۡ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ -- dan barangsiapa tidak bertaubat mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujurāat [49]:12).
    Lebih lanjut Allah Swt. mengemukakan “penyakit hati” yang jauh lebih buruk daripada  suka mencemooh pihak lain  yakni berpraduga-buruk,  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا کَثِیۡرًا مِّنَ الظَّنِّ ۫ اِنَّ  بَعۡضَ الظَّنِّ   اِثۡمٌ وَّ لَا تَجَسَّسُوۡا وَ لَا یَغۡتَبۡ بَّعۡضُکُمۡ بَعۡضًا ؕ اَیُحِبُّ  اَحَدُکُمۡ  اَنۡ یَّاۡکُلَ  لَحۡمَ اَخِیۡہِ  مَیۡتًا فَکَرِہۡتُمُوۡہُ ؕ  وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  تَوَّابٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,   jauhilah banyak prasangka  karena sebagian prasangka itu dosa. وَّ لَا تَجَسَّسُوۡا وَ لَا یَغۡتَبۡ بَّعۡضُکُمۡ بَعۡضًا --  Dan jangan kamu saling memata-matai, dan jangan pula sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain. اَیُحِبُّ  اَحَدُکُمۡ  اَنۡ یَّاۡکُلَ  لَحۡمَ اَخِیۡہِ  مَیۡتًا فَکَرِہۡتُمُوۡہُ -- Apakah salah seorang kamu suka memakan daging saudaranya yang mati, maka pasti kamu tidak menyukainya. وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  تَوَّابٌ  رَّحِیۡمٌ -- Dan bertakwalah kepada Allah, se-sungguhnya Allah berulang-ulang menerima taubat dan Maha Penyayang. (Al-Hujurāt [49]:13).
  Oleh karena masalah yang dibahas oleh Surah  Al-Hujurāt  pada pokoknya menciptakan keserasian, keakraban, dan kerjasama yang baik di antara orang-orang Muslim secara perseorangan atau golongan, maka ayat ini dan ayat sebelumnya menyebut beberapa keburukan sosial, yang menyebabkan  munculnya ketidakserasian, pertentangan dan perselisihan dan membuat suatu masyarakat menjadi berkarat, rusak, dan kotor serta menggerogoti unsur pentingnya itu, lalu memerintahkan kepada orang-orang Muslim supaya berjaga-jaga terhadap hal-hal itu.
        Mengejek dan mencemoohkan orang lain, memata-matai dan memanggil dengan kata makian, curiga dan mengumpat, adalah beberapa di antara keburukan-keburukan sosial itu, padahal  pihak yang jadi sasaran  boleh jadi tidak seperti yang diprasangkakan (diduga) oleh pihak yang mengumpat, dan terjadi hanya karena mendengar informasi yang keliru atau dusta (hoax).
       Itulah sebabnya dalam ayat tersebut Allah Swt. telah memperingatkan umat Islam: یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا – “Hai orang-orang yang beriman jauhilah banyak prasangka  karena sebagian prasangka itu dosa” karena  tidak mustahil informasi  yang mereka terima berasal dari orang-orang fasiq  yang senang menyebar “hoax” (berita dusta), firman-Nya: 
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اِنۡ جَآءَکُمۡ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَیَّنُوۡۤا  اَنۡ  تُصِیۡبُوۡا قَوۡمًۢا بِجَہَالَۃٍ  فَتُصۡبِحُوۡا عَلٰی مَا فَعَلۡتُمۡ  نٰدِمِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasiq (durhaka) membawa suatu kabar maka  selidikilah  dengan jelas,  supaya   kamu tidak menimpakan  musibah terhadap suatu kaum karena kejahilan lalu kamu menjadi menyesal atas apa yang telah kamu kerjakan   (Al-Hujurāt [49]:7).

Keragaman Umat Manusia Sebagai Makhluq Merupakan Keniscayaan Guna Membedakan dari Al-Khāliq (Maha Pencipta – Allah Swt.) Yang Maha Esa

    Pendek kata,  banyak penyebab timbulnya “salah duga” di kalangan  umat manusia  -- baik dalam lingkup perseorangan, mau pun   suku, bangsa dan kelompok bangsa – karena memang Allah Swt.  telah berfiman mengenai “keberagaman”  umat manusia, yang tujuannya adalah untuk لِتَعَارَفُوۡا  -- “saling memperoleh manfaat”, bukan untuk perpecahan umat -- firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,  dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku   لِتَعَارَفُوۡا   -- supaya kamu dapat saling mengenal. اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ --  Sesungguhnya  yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ --  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
    Syu’ub itu jamak dari sya’b, yang berarti: suku bangsa besar, induk suku-suku bangsa disebut qabilah, tempat mereka berasal dan yang meliputi mereka; suku bangsa (Lexicon Lane). Sesudah membahas masalah persaudaraan dalam Islam pada dua ayat sebelumnya, ayat ini meletakkan dasar persaudaraan yang melingkupi dan meliputi seluruh umat manusia. Pada hakikatnya, ayat ini merupakan Magna Charta– “piagam persau-daraan dan persamaan umat manusia”.
   Ayat ini menumbangkan rasa dan sikap lebih unggul semu lagi bodoh, yang lahir dari keangkuhan rasial atau kesombongan nasional. Karena umat manusia sama-sama diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan, maka sebagai makhluk manusia  semua orang telah dinyatakan sama dalam pandangan Allah Swt.., karena harga seseorang tidak dinilai oleh warna kulitnya, jumlah harta miliknya, oleh pangkatnya atau kedudukannya dalam masyarakat, keturunan atau asal-usulnya, melainkan oleh keagungan akhlaknya dan oleh caranya melaksanakan kewajiban kepada Allah Swt. (Huququllāh)dan manusia (huququl-‘ibād):  اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ -- Sesungguhnya  yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ --  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
    Seluruh keturunan manusia, tidak lain hanya suatu keluarga belaka. Pembagian suku-suku bangsa, bangsa-bangsa dan rumpun-rumpun bangsa dimaksudkan untuk memberikan kepada mereka saling pengertian yang lebih baik  terhadap satu-sama lain agar mereka dapat saling mengambil manfaat dari kepribadian serta sifat-sifat baik bangsa-bangsa itu masing-masing, firman-Nya:
وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖۤ  اَنۡ خَلَقَ لَکُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡکُنُوۡۤا اِلَیۡہَا وَ جَعَلَ بَیۡنَکُمۡ  مَّوَدَّۃً  وَّ رَحۡمَۃً ؕ اِنَّ  فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ  لِّقَوۡمٍ  یَّتَفَکَّرُوۡنَ  ﴿﴾  وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖ خَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافُ اَلۡسِنَتِکُمۡ وَ اَلۡوَانِکُمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ  لَاٰیٰتٍ  لِّلۡعٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan dari antara Tanda-tanda-Nya  ialah bahwa  Dia telah menciptakan bagi kamu jodoh-jodoh dari jenis kamu sendiri, supaya kamu memperoleh ketenteraman padanya, dan Dia telah menjadikan di antara kamu kecintaan dan kasih-sayang. Sesungguhnya di dalam yang demikian itu ada Tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Dan dari antara Tanda-tanda-Nya adalah penciptaan seluruh langit dan bumi serta perbedaan bahasa kamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya dalam yang demikian itu ada Tanda-tanda bagi mereka yang ber-ilmu.  (Ar-Rūm [30]:22-23).
    Makna ayat 22 bahwa kecintaan di antara laki-laki dan perempuan menjurus kepada pembiakan dan kelanjutan hidup makhluk manusia pada permukaan bumi. Hal itu menunjukkan adanya suatu perencanaan dan suatu tujuan tertentu di balik perencanaan itu dan adanya Sang Perencana dan juga adanya kehidupan yang lebih baik dan lebih sempurna sesudah kehidupan di dunia ini.
     Sedangkan makna ayat selanjutnya menjelaskan bahwa kemajuan manusia sangat erat hubungannya dengan adanya perbedaan-perbedaan dalam bahasa dan warna kulit. Perbedaan-perbedaan itu mengisyaratkan kepada adanya suatu perencanaan dan suatu Perencana. Sang Perencana itu ialah Sang Pencipta seluruh langit dan bumi, yakni Allah Swt..
     Di balik perbedaan bahasa dan warna kulit, yang mengakibatkan bercorak-ragamnya peradaban dan kebudayaan ada kesatuan — yakni kesatuan umat manusia. Kesatuan umat manusia itu menjurus kepada kesimpulan yang tidak dapat dihindarkan  yaitu Keesaan Sang Pencipta-nya (QS.30:31-33; QS.7:173-175).

Pengulangan Kesuksesan Misi Suci Nabi Besar Muhammad saw. di Akhir Zaman

  Kembali kepada surah Al-Hujurāt ayat 14, pada peristiwa Haj terakhir (Hajji Wada) di Mekkah, tidak lama sebelum Nabi Besar Muhammad saw.   wafat, beliau  saw. khutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim antara lain beliau saw. bersabda:
 “Wahai sekalian manusia! Tuhan Kamu itu Esa dan  bapakmu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Allah dan manusia.  اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُم --  Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pandangan Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu” (Baihaqi).
   Sabda agung Nabi Besar Muhammad saw.  ini menyimpulkan cita-cita paling luhur dan asas-asas paling kuat. Di tengah suatu masyarakat yang terpecah-belah dalam kelas-kelas yang berbeda itulah, Nabi Besar Muhammad saw mengajarkan asas yang sangat demokratis.
   Kesuksesan misi suci Nabi Besar Muhammad saw.  tersebut, Insya Allah, akan   terulang di Akhir Zaman ini melalui pengutusan kedua kali secara ruhani  beliau  saw.    dalam wujud Khalifah beliau, yaitu Masih Mau’ud a.s.  yang merupakan  “burung” keempat Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261), firman-Nya:
  ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾   وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang butahuruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Per-kasa, Maha Bijaksana.     ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ --  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
 Melalui perjuangan suci Masih Mau’ud a.s. maka terciptanya “Langit baru dan bumi baru” (QS.14:49; QS.39:70) akan terwujud  -- yakni    dengan “jihad di jalan Allah” yang dilandasi LOVE FOR ALL HATRED FOR NONE (Cinta untuk semua tidak ada kebencian bagi siapa pun), sehingga  pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108) serta “umat Islam” sebagai “umat terbaik” bagi manfaat seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111), Insya Allah,  akan kembali terbukti kebenarannya, sebagaimana firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai  (Ash-Shaf [61]:10).

Pidato Lengkap Nabi Besar Muhammad saw. Pada Haji Wada’

 “Wahai manusia!
      Dengarkanlah nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak dapat lagi bertemu dengan kamu semua di tempat ini.
     Tahukah kamu semua, hari apakah ini? Inilah Hari Nahr, hari kurban yang suci. Tahukah kamu bulan apakah ini? Inilah bulan suci. Tahukah kalian tempat apakah ini? Inilah kota yang suci. Karena itu, aku permaklumkan kepada kalian semua bahwa darah dan nyawa kalian, harta benda kalian dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kalian sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian kelak. Semua harus kalian sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini. Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian!
      Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!
      Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Barang siapa yang memegang amanah di tangannya, maka hendaklah dibayarkan kepada yang memiliki. Dan, sesungguhnya riba jahiliyah adalah batil. Dan awal riba yang pertama sekali kuberantas adalah riba yang dilakukan pamanku sendiri, Al-’Abbas bin’Abdul-Muththalib.
      Hari ini haruslah dihapuskan semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan jahiliyah, dan penuntutan darah cara jahiliyah. Yang pertama kali kuhapuskan adalah tuntutan darah ‘Amir bin Al-Harits.

Wahai manusia!
      Hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumimu yang suci ini. Tetapi, ia bangga jika kamu dapat menaatinya walau dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun. Karena itu, waspadalah kalian atasnya! Wahai manusia! Sesungguhnya zaman itu beredar sejak Allah menjadikan langit dan bumi.
Wahai manusia!
      Sesungguhnya bagi kaum wanita (istri kalian) itu ada hak-hak yang harus kalian penuhi, dan bagi kalian juga ada hak-hak yang harus dipenuhi istri itu. Yaitu, mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur selain kalian sendiri, dan mereka tak boleh membawa orang lain yang tidak kalian sukai ke rumah kalian, kecuali setelah mendapat izin dari kalian terlebih dahulu.
       Karena itu, sekiranya kaum wanita itu melanggar ketentuan-ketentuan demikian, sesungguhnya Allah telah mengizinkan kalian untuk meninggalkan mereka, dan kalian boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang berdosa itu. Tetapi, jika mereka berhenti dan tunduk kepada kalian, menjadi kewajiban kalianlah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan sebaik-baiknya.
      Ingatlah, kaum hawa adalah makhluk yang lemah di samping kalian. Mereka tidak berkuasa. Kalian telah membawa mereka dengan suatu amanah dari Tuhan dan kalian telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah tentang urusan wanita dan terimalah wasiat ini untuk bergaul baik dengan mereka.
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Wahai manusia!
      Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu, yang jika kalian memeganginya erat­-erat, niscaya kalian tidak akan sesat selamanya. Yaitu: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Wahai manusia! Dengarkanlah baik-baik apa yang kuucapkan kepada kalian, niscaya kalian bahagia untuk selamanya dalam hidupmu!

Wahai manusia!
      Kalian hendaklah mengerti bahwa orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu, bagi tiap­-tiap pribadi di antara kalian terlarang keras mengambil harta saudaranya, kecuali dengan izin hati yang ikhlas.
Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah saksikanlah!
     Janganlah kalian, setelah aku meninggal nanti, kembali kepada kekafiran, yang sebagian kalian mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya yang lain. Sebab, bukankah telah kutinggalkan untuk kalian pedoman yang benar, yang jika kalian mengambilnya sebagai pegangan dan lentera kehidupan kalian, tentu kalian tidak akan sesat, yakni Kitab Allah.
Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!

Wahai manusia!
     Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan sesungguhnya kalian berasal dari satu bapak. Kalian semua dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling bertakwa. Tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
      Wahai umatku! Bukankah aku telah menyampaikan? Ya Allah, saksikanlah!
Karena itu, siapa saja yang hadir di antara kalian di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan wasiat ini kepada mereka yang tidak hadir!”

TAMAT

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo

Pajajaran Anyar,   16  Januari 2017

Akibat Buruk Ketika "Telinga, Mata, dan Hati" Menolak "Kebenaran" yang Nyata & Gelar "Umat Terbaik" Dalam Al-Quran Tinggal Kenangan



Bismillaahirrahmaanirrahiim


  TAUBAT  DAN   MOHON  AMPUNAN  ALLAH SWT.

Bab  102

     AKIBAT BURUK KETIKA TELINGA, MATA DAN HATI MENOLAK KEBENARAN YANG NYATA &  GELAR “UMAT TERBAIK“ DALAM AL-QURAN TINGGAL KENANGAN

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam   bagian akhir  Bab 101  dibahas   topik   Akibat Kafir Setelah Beriman    sehubungan dengan “orang-orang yang  berwajah hitam”, dalam firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ تَفَرَّقُوۡا وَ اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ  یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ  وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ  فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ مَا اللّٰہُ یُرِیۡدُ  ظُلۡمًا لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾   وَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ  اِلَی اللّٰہِ  تُرۡجَعُ  الۡاُمُوۡرُ﴿﴾٪
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan  janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah  diri.  Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali Allah,   dan janganlah kamu berpecah-belah,  dan  ingatlah akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu  Dia menyatukan hati kamu dengan kecintaan  antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api lalu Dia menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu mendapat petunjuk.   Dan hendaklah ada segolongan di antara kamu   yang senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan,  menyuruh kepada yang makrufmelarang dari berbuat munkar,  dan mereka itulah orang-orang yang berhasil.   Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang  berpecah belah dan berselisih  sesudah  bukti-bukti yang jelas datang kepada mereka, dan mereka itulah orang-orang  yang baginya  ada azab yang besar.   Pada hari  ketika  wajah-wajah menjadi putih, dan wajah-wajah lainnya   menjadi hitam. Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu."   Dan  ada pun orang-orang yang wajahnya putih, maka mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal  di dalamnya.   Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq, dan Allah sekali-kali tidak menghendaki suatu kezaliman  atas seluruh alam.   Dan  milik Allah-lah apa pun  yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan.  (Āli ‘Imran [3]:103-110).

Bahaya Ketika Mata, Telinga dan Hati Telah Tertutup Bagi Kebenaran

      Ada pun makna ayat:  فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ  -- Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu!"  
      Tidak ada satu  umat beragama  pun yang tidak mempercayai kedatangan Rasul Akhir Zaman  -- dengan nama yang berlainan (QS.43:58; QS.77:12): Mesiah, Mesio Darbahmi,  Shri Krishna, Buddha Maitreya, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., Imam Mahdi a.s. dll --  yang mereka percayai (imani) akan mengunggulkan agama mereka atas agama-agama lainnya, sebagaimana yang juga diimani oleh umat Islam  (QS.61:10), sebagai kadatangan Imam Mahdi a.s. dan Isa Ibnu Maryam a.s..
       Tetapi ketika “sosok” rasul Allah yang dijanjikan Allah Swt. tersebut  benar-benar telah datang (QS.7:35-37), kemudian mereka – sesuai dengan Sunnatullah yang terjadi dengan para rasul Allah sebelumnya, termasuk Nabi Besar Muhammad saw.   --  mereka mendustakannya dan menentangnya secara zalim (QS.15:12; QS,36: 31-33; QS.43:8) – karena “sosoknya”  bertentangan dengan “persepsi keliru” mereka yang penuh khayal berkenaan dengan “sosokrasul Allah yang dijanjikan tersebut, firman-Nya:
وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ  یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿﴾ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan seandainya pun  Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka,  dan  orang-orang yang telah mati  berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan  di depan mereka, مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ --  mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka  berlaku jahilوَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ     -- Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins  dan jin, یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا --   sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui,   وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ  -- dan jika Rabb (Tuhan) engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan,  وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ -- dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu   dan   mereka menyukainya وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا  مَا  ہُمۡ  مُّقۡتَرِفُوۡنَ --  dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’ām [6]:112-114).
  Salah satu tugas malaikat-malaikat  adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak mereka kepada kebenaran (QS.41:32, 33). Kadangkala mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi dan kasyaf-kasyaf.
Orang-orang muttaki (bertakwa) yang sudah meninggal dunia nampak kepada manusia dalam mimpi untuk membenarkan pendakwaan nabi-nabi. Ada satu cara lain yaitu orang-orang yang sudah mati bercakap-cakap kepada manusia, yaitu jika suatu umat yang secara ruhani sudah mati mereka dihidupkan kembali untuk memperoleh kehidupan ruhani baru oleh ajaran nabi mereka, maka  kelahiran-baru ruhani mereka itu seakan-akan berbicara kepada orang-orang kafir dan memberikan persaksian terhadap kebenaran pendakwaan nabi   itu.
  Kata-kata وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا  -- “dan Kami mengumpulkan segala sesuatu berhadap-hadapan   di depan mereka“ itu menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda alam yang memberi kesaksian terhadap kebenaran seorang nabi Allah dalam bentuk gempa, wabah, kelaparan, peperangan, dan azab-azab  Ilahi  lainnya.
  Dengan demikian alam sendiri nampaknya gusar terhadap orang-orang yang ingkar dan  unsur-unsur alam itu sendiri yang sebelumnya berkhidmat kepada mereka kemudian berbalik memerangi mereka. Sebab Allah Swt. tidak pernah menimpakan azab-Nya kepada manusia – bagaimana pun sesatnya mereka – sebelum terlebih dulu mengutus rasul Allah yang dijanjikan kepada mereka (QS.6:132; QS.11:118; QS.20:135; QS.26:209; QS.17:16;  QS.28:60).

Terpedaya Oleh Yang Mereka Ada-adakan Sendiri &  Akibat Buruk “Kafir Setelah Beriman

  Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman:  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ  الۡجِنِّ     -- Dan  dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins  dan jin, یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا -- sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui.” 
  Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kata-kata   ins  dan jin yang terdapat pada banyak tempat dalam ayat-ayat Al-Quran bukan berarti ada dua jenis makhluk Allah yang berlainan melainkan dua golongan makhluk manusia, yakni:
  (1) ins (manusia)  mengisyaratkan kepada orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan
   (2)  jin  dikatakan kepada orang-orang besar yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata (ins) dan tidak berbaur dengan mereka, boleh dikatakan tinggal tersembunyi dari penglihatan umum.
      Kembali kepada firman-Nya: Ada pun makna ayat:  فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ  -- Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu!" (Ali ‘Imran [3]:107), akibat mereka  “kafir setelah beriman” tersebut – sebagaimana yang terjadi pada kaum-kaum purbakala --  mereka dicengkram  berbagai bentuk  azab Ilahi  (QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16; QS.20:135-136; QS.26:209; QS.28:60),  dan  keadaan mereka menggenapi firman-Nya: فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ  -- Ada pun orang-orang yang wajahnya menjadi hitam, dikatakan kepada mereka: “Apakah  kamu kafir  sesudah beriman? Karena itu rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu!"  
       Kemudian mengenai makna ungkapan bil-haqq dalam ayat selanjutnya  -- secara harfiah berarti “dengan kebenaran” dan diterjemahkan sebagai “mengandung kebenaran”  -- dalam ayat: تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ --  Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau dengan haq (QS.3:109).
      Haqqa berarti:  Sesuatu itu dahulunya adalah atau menjadi adil, layak, betul, benar, asli, sejati, maujud atau nyata; atau sesuatu itu dahulunya adalah atau menjadi satu kenyataan yang pasti atau terbukti kebenarannya; sesuatu itu dahulunya adalah atau menjadi mengikat, keharusan atau kewajiban (Lexicon Lane). Ungkapan bil-haqq berarti:
    (1) bahwa Al-Quran meliputi ajaran-ajaran yang berdasar pada kebenaran-kebenaran yang kekal abadi dan tidak mungkin dapat berhasil dirusak;
       (2) bahwa mereka yang pertama-tama menerima merupakan kaum yang paling pantas menerimanya;
        (3) bahwa Al-Quran datang pada waktu yang telah datang untuk tetap lestari dan tiada usaha dari pihak penentangnya dapat membinasakannya atau melemahkannya.
Atau ungkapan bil-haqq berarti:
       (1) Tanda-tanda atau Ayat-ayat Allah Swt.  itu penuh dengan kebenaran;   
    (2) Tanda-tanda telah datang secara haq, yakni kamu mempunyai hak untuk menerima;
        (3)  Itulah saat yang paling tepat ayat-ayat itu diwahyukan.

Setiap Mukjizat Rasul Allah  Dianggap Sihir Atau Gejala Alam Biasa  & Akibat Buruk Ketidak-bersyukuran Kepada Allah Swt.

         Namun  demikian dalam kenyataannya, pada setiap  zaman    tidak pernah ada para penentang rasul Allah   yang  mempercayai  berbagai mukjizat  yang mendukung kebenaran para rasul Allah    sebagai mukjizat melainkan  mereka mengganggapnya  sebagai sihir atau gejala alam yang biasa terjadi di berbagai zaman. Contohnya dari  9 mukjizat Nabi Musa a.s. (QS.17:102; QS.27:13) hanya mukjizat “tenggelamnya Fir’aun dan pasukannya” sajalah yang dipercayai mereka sebagai mukjizat dan Fir’aun menyatakan beriman kepada “Tuhannya Bani Israil” (QS. 10:76-93).
     Demikian pula halnya yang terjadi di Akhir Zaman ini, berbagai  macam bentuk mukjizat  yang mendukung kebenaran pendakwaan Rasul Akhir Zaman (Masih Mau’ud a.s.) telah   terjadi  -- termasuk berupa  terjadinya “gerhana bulan dan gerhana matahari” pada  bulan Ramadhan yang sama pada th. 1898  serta wabah tha’un (pes);    berbagai bencana alam  luar-biasa serta peperangan di berbagai kawasan Muslim  dan lain-lain – tetapi “sikap membuta-tuli” kaum-kaum purbakala kembali terjadi, sebagaimana berbagai firman-Nya dalam Al-Quran:
یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  کَانُوۡا بِہٖ  یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾  اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ  اَنَّہُمۡ  اِلَیۡہِمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ اِنۡ کُلٌّ  لَّمَّا جَمِیۡعٌ لَّدَیۡنَا مُحۡضَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Wahai sangat disesalkan atas hamba-hamba itu,  sekali-kali tidak pernah datang kepada mereka seorang rasul melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya. Apakah mereka tidak melihat berapa banyak  generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwasanya  mereka itu tidak kembali lagi kepada mereka?  Dan setiap mereka semua niscaya akan dihadirkan kepada Kami. (Yā Sīn [36]:31-33).    
       Kata-kata dalam ayat 31  penuh dengan kerawanan hati. Tuhan Yang Maha Kuasa Sendiri agaknya seolah-olah sangat masygul atas penolakan dan ejekan manusia terhadap para nabi-Nya. Sementara para nabi Allah menanggung kesedihan dan derita untuk kaumnya, maka kaumnya itu membalas kesedihan mereka itu dengan penghinaan dan ejekan bahkan kezaliman, firman-Nya: 
   وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya  Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah  Rabb (Tuhan) engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32).
   Ayat 31  dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang (mengabaikan petunjuknya).  Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.
     Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw.    yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.

Lepasnya Gelar  Kehormatan Sebagai “Umat Terbaik”

       Akibatnya di Akhir Zaman ini   gelar kehormatan umat Islam sebagai “umat terbaik” pun  telah lepas,    sebab “ciri-ciri utamanya” telah hilang dari mereka, firman-Nya:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ  الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia,  kamu menyuruh berbuat makruf, melarang dari berbuat munkar,  dan beriman kepada Allah. Dan seandainya Ahlul Kitab beriman, niscaya akan lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman tetapi kebanyakan mereka orang-orang fasik. (Āli ‘Imran [3]:111).
       Ayat ini bukan saja mencanangkan bahwa kaum Muslimin itu kaum  yang terbaik — sungguh suatu proklamasi besar — melainkan menyebutkan pula sebab-sebabnya:
     (1) Mereka telah dibangkitkan untuk kepentingan umat manusia seluruhnya, sebab  Nabi Besar Muhammad saw. diutus sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108);     
       (2) telah menjadi kewajiban umat Islam sebagai “umat terbaik”  menganjurkan berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan serta beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui amal  (perbuatan) nyata, sebab jika tidak demikian bertentangan dengan firman-Nya dalam QS.61:3-5, yang sebelumnya dilakukan oleh orang-orang Yahudi, yaitu hanya  sekedar fasih mengatakan tetapi tidak mengamalkannya  (QS.2:45; QS.26:227).
     Kemuliaan kaum Muslimin sebagai “umat terbaik” bergantung pada dan ditentukan oleh kedua syarat itu. Firman-Nya lagi:
وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ  اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً  اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan demikianlah  Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia    supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga  kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan  kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang ber-paling di atas kedua tumitnya.  Dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).
      Al-wasath dalam ayat  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا – “Dan demikianlah  Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia“ berarti: menempati kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab-ul-Mawarid). Kata itu dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum Muslimin disebut kaum terbaik.

Kewajiban Menjaga Kemuliaan Akhlak dan Ruhani Generasi Penerus Muslim  & Bukti Ketidak-bersyukuran kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad Saw.

     Kaum Muslimin diperingatkan di sini bahwa tiap-tiap keturunan mereka harus menjaga dan mengawasi keturunan berikutnya. Karena mereka kaum terbaik maka mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang diharapkan dari mereka dan berusaha agar setiap keturunan berikutnya pun mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka yang telah menikmati pergaulan suci dengan Nabi Besar Muhammad saw..
       Jadi  Nabi Besar Muhammad saw.     harus menjadi penjaga para pengikut beliau saw. yang terdekat, sedang mereka pada gilirannya mereka harus menjadi penjaga penerus-penerus mereka dan demikian seterusnya:  لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا -- “supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan   supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga  kamu”.
      Kata-kata itu dapat pula berarti bahwa seperti  telah ditakdirkan Allah Swt.  kaum Muslimin akan menjadi pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Allah Swt.   Dengan demikian kaum-kaum lain akan terpaksa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar, dan dengan demikian kaum Muslimin akan menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi orang-orang lain, seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw.    telah menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi mereka.
      Tetapi  jika dalam kenyataannya di Akhir Zaman ini di wilayah Timur Tengah terjadinya “Kobaran Api” yang sangat  mengerikan, pada   hakikatnya hal tersebut  merupakan akibat pasti dari pelanggaran  secara sengaja  terhadap berbagai petunjuk Allah Swt.  dalam Al-Quran  kepada umat Islam, karena itu tidak perlu mencari-cari “kambing-hitam” dan menyalahkan fihak-fihak di luar Islam, firman-Nya:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai,  Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).
Firman-Nya lagi: 
وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) kamu mengumumkan:  Jika kamu benar-benar bersyukur   niscaya  akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepada kamu, وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ  -- tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur  sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat  keras.” (Ibrahim [14]:8).

Landasan “Bersyukur” & Sikap Hidup “Berserah diri” yang Sempurna

   Syukr (syukur) itu tiga macam: (1) Dengan hati atau pikiran, yaitu dengan satu pengertian yang tepat dalam hati mengenai manfaat yang diperolehnya; (2) Dengan lidah, yaitu dengan memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang berbuat kebaikan; dan (3) Dengan anggota-anggota badan, yaitu dengan membalas kebaikan yang diterima setimpal dengan jasa itu.
       Syukur dari pihak  Allah Swt.  terwujud dalam pemberian ampun kepada hamba-hamba-Nya atau memujinya atau memandangnya dengan rasa puas, menghargai atau mengaruniai, dan seterusnya tentu saja membalas atau mengganjar amal-amalnya (Lexicon Lane).
    Syukr bersitumpu pada lima dasar: (a) kerendahan hati dari orang yang menyatakan syukur itu kepada dia yang kepadanya syukur itu dinyatakan, (b) kecintaan terhadapnya; (c) pengakuan mengenai jasa yang dia berikan, (d) sanjungan terhadapnya untuk itu; (e) tidak mempergunakan jasa itu dengan cara yang ia (orang yang telah memberikannya) tidak akan menyukainya. Itulah syukr dari pihak manusia.
      Syukr dari pihak Allah Swt.  ialah dengan mengampuni seseorang atau memujinya atau merasa puas terhadapnya,  berkemauan baik untuknya atau senang kepadanya, dan karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarnya (Lexicon Lane). Umat Islam  hanya dapat benar-benar bersyukur kepada  Allah Swt.  jika  mempergunakan segala pemberian-Nya dengan tepat  -- terutama Al-Quran sebagai Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4)  -- sebagaimana dicontohkan Nabi Besar Muhammad saw, firman-Nya:
قُلۡ  اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ  اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اَغَیۡرَ اللّٰہِ اَبۡغِیۡ رَبًّا وَّ ہُوَ رَبُّ کُلِّ شَیۡءٍ ؕ وَ لَا تَکۡسِبُ کُلُّ نَفۡسٍ  اِلَّا عَلَیۡہَا ۚ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ۚ ثُمَّ اِلٰی رَبِّکُمۡ مَّرۡجِعُکُمۡ فَیُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ  فِیۡہِ  تَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾ وَ ہُوَ الَّذِیۡ جَعَلَکُمۡ خَلٰٓئِفَ الۡاَرۡضِ وَ رَفَعَ بَعۡضَکُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ لِّیَبۡلُوَکُمۡ فِیۡ مَاۤ  اٰتٰکُمۡ ؕ اِنَّ رَبَّکَ سَرِیۡعُ  الۡعِقَابِ ۫ۖ وَ  اِنَّہٗ  لَغَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾٪
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Rabb-ku (Tuhan-ku) kepada jalan lurus, agama yang teguh,  agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah dari   orang-orang musyrik.” قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ  -- Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbanankukehidupanku, dan  kematianku  hanyalah untuk Allah, Rabb (Tuhan) seluruh  alam; لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ --    Tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah aku diperintahkan,  dan akulah orang pertama  yang berserah diri.   Katakanlah:  Apakah aku akan mencari Tuhan  yang bukan-Allah, padahal  Dia-lah Tuhan segala sesuatu?” Dan tiada jiwa mengupayakan sesuatu melainkan akan menimpa dirinya, dan  tidak pula seorang pe-mikul beban memikul beban orang lain.  Kemudian kepada Rabb (Tuhan) kamu tempat kembalimu, maka Dia akan memberitahu kamu apa-apa yang me-ngenainya kamu berselisih.   Dan Dia-lah Yang menjadikan kamu penerus-penerus di bumi, dan Dia meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam derajat  supaya Dia menguji kamu dengan apa pun yang telah Dia berikan kepadamu.  Sesungguhnya   Rabb (Tuhan) eng-kau sangat cepat dalam menghukum, dan sesungguhnya Dia benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang (Al-An’ām [6]:162-166).

(Bersambung)
       
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo
Pajajaran Anyar,   15  Januari 2017